Halaqah & GNH Barometer Eksistensi Kader Hidayatullah, Bukan Domisilinya

Kegiatan Halaqah Kader di Masjid ArRiyadh Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kaltim, Sabtu (23/11/2023) bakda subuh.* [Foto: SKR/MCU]

Ummulqurahidayatullah.id- Menginjak usia 50 tahun lebih, Hidayatullah sebagai ormas Islam terus berkembang.Meski demikian, program utamanya tetap berbasis gerakan keumatan, yakni tarbiyah dan dakwah.

Hal itu ditegaskan kembali oleh Ustadz Tasyrif Amin, Ketua Dewan Murabbi Pusat (DMP) Hidayatullah, di hadapan ratusan warga dan santri Hidayatullah di lantai utama Masjid Ar-Riyadh, Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (23/11/2024) bakda subuh menjelang kegiatan Halaqah Kader pekanan.

Bedanya, jika dulu kampus bisa dikata adalah satu-satunya mengikuti sebagai alat peraga dakwah, maka dengan perkembangan dan keterbukaaan yang ada, Hidayatullah nyaris tidak lagi mempersoalkan tempat tinggal atau domisili para kader dan anggotanya.

“Yang menentukan adalah dia loyal kepada kepemimpinan Hidayatullah dan juga ikut halaqah, memiliki murabbi yang membimbing dia dalam eksistensi sebagai kader dan jamaah Hidayatullah,” ucap ustadz jebolan doktor pendidikan tersebut.

Hal itu, katanya, menjadi lokomotif baru dalam bertransformasi melalui ormas Hidayatullah. Sebab ukurannya melalui loyalitas kepemimpinan dan keaktifan mengikuti halaqah sebagai wadah pembinaan anggota dan kader.

“Meskipun tinggal di ujung Balikpapan kalau dia istiqamah ikut halaqah, berarti secara kultural dia eksis melalui kepemimpinan kultural Hidayatullah dan secara infiradi dia istiqamah dan disiplin menegakkan Gerakan Nawafil Hidayatullah (GNH),” lanjutnya menerangkan.

Sebaliknya, lanjut Ketua Pembina Kampus Utama Hidayatullah Timika ini, meskipun ada orang tinggal di kampus Hidayatullah dan bekerja di amal usaha Hidayatullah, tapi kalau dia tidak eksis pada dua hal ini, tidak berhalaqah dan tidak aktif GNH, maka statusnya dipertanyakan,” tegasnya. “Itulah konsekuensi keterbukaan lembaga.”

Dalam pemaparan Ustadz Tasyrif, hal ini didasarkan pada manhaj Nabawi tentang perlunya setiap Muslim memiliki seorang murabbi dalam kesehariannya.

“Kita eksis dengan satu ayat, bahwa harus ada murabbi yang mencerahkan dan ada orang-orang yang ikut padanya. Masyarakat di Makkah dan Madinah disebut “khaira ummah” karena mereka terpimpin secara kultural dan struktural,” terangnya sambil mengutip ayat al-Qur’an ke-79 dari surah Ali Imran.

“Jadi tidak lagi secara ekstrem membedakan antara warga dalam kampus dan tinggal di luar kampus. Tapi berhalaqah atau tidak halaqah. Tidak main-main, karena pola pembinaan ini terinspirasi setelah Pemimpin Umum Hidayatullah ziarah ke Tanah Suci,” lanjutnya menerangkan pola transformasi pembinaan gerakan tarbiyah dan dakwah Hidayatullah.

Terakhir, Ustadz Tasyrif Amin menyebutkan potensi besar dari pembinaan halaqah.

“Sekarang ini, energi yang dimiliki oleh halaqah masih energi internal, bisa dibayangkan jika seluruh anggota halaqah yang telah dibina lalu ekspansi dakwah membangun gerakan keumatan,” pungkasnya penuh semangat.* (Abu Jaulah/MCU)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *