Cerita Dakwah Hidayatullah di Kalimantan Selatan

Silaturrahim Syawwal 1442 H

GUNUNG TEMBAK- Di antara tradisi warga Pesantren Hidayatullah UmmulQura Gunung Tembak adalah berbagi spirit lewat mimbar masjid setiap selesai shalat magrib.

Biasanya, kegiatan bakda magrib ini diisi oleh para asatidzah atau para pembina Pesantren Hidayatullah UmmulQura.

Namun pada kesempatan Silaturrahim Syawwal 1442H baru-baru ini, kesempatan berceramah di mimbar Masjid Ar-Riyadh Gunung Tembak diberikan kepada para tamu Silaturrahim Syawwal.

Di antara yang mengisi ceramah tersebut adalah Ustadz Dzulkifli Manshur Salbu, Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Kalimantan Selatan.

Pada kesempatan itu juga Ustadz Dzulkifli melaporkan bagaimana dinamika bertugas dakwah di Kalsel. Dalam dakwahnya, jurus-jurus dan trik dakwah yang diberikan para Ustadz di Gunung Tembak pun diterapkan di Kalsel.

“Di sana itu kebiasaan atau adatnya ketika khutbah adalah sambil membawa teks, kemudian sorban ditaruh di kepala, maa syaa Allah hal itu harus saya lakukan,” tutur putra dari Almarhum Ustadz Manshur Salbu ini.

“Meski (penduduknya) banyak bermadzhab NU, namun Alhamdulillah ternyata di sana (warga) ormas Muhammadiyah banyak juga bahkan pernah dianggap kita (Hidayatullah) dan Muhammadiyah adalah saudara beda bapak, dan kita (ormas Hidayatullah) bisa di terima oleh kalangan-kalangan saudara-saudara kita di NU,” tuturnya dalam acara Refleksi Ramadhan, Kamis malam, 16 Syawwal 1442H (27/05/2021) di mimbar Masjid Agung Ar-Riyadh, Balikpapan, Kalimantan Timur itu.

Ustadz Dzulkifli juga menceritakan bahwa Baitul Maal Hidayatullah (BMH) telah berdiri di Kalsel meskipun bisa terbilang baru sehingga dalam pengumpulan dana masih jauh dari yang diharapkan.

“BMH berdiri di Kalsel itu masih baru, sehingga dana yang terhimpun itu masih begitu sedikit, sampai pertengahan Ramadhan dana yang terkumpul baru mencapai sekitar 1 jutaan,” tuturnya.

“Jadi dari laporan para santri yang diamanahkan menjadi Mujahid Ramadhan (istilah untuk santri penggalang dana ZIS, red), masyarakat di sana itu memberi seribu, dua ribu (rupiah). Dan Alhamdulillah dengan sedikit-sedikit itu di akhir Ramadhan terkumpul sampai sepuluh juta rupiah,” tambahnya dengan rasa syukur.

Selain itu, ia menceritakan bahwa dalam masa penugasan itu tidak semudah yang dibayangkan. Namun keajaiban-keajaiban Allah itu selalu datang tatkala seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.

“Petugas dapur pernah mengeluh karena santri menu makanannya hanya ikan kering dan telur terus,” ceritanya Ustadz Dzulkifli di hadapan puluhan jamaah yang duduk berjarak.

“Sehingga petugas dapur itu berinisiatif untuk memasak masakan yang berbeda, masak ikan bandeng. Qadarullah tidak lama setelah itu ada orang yang mengirimkan ikan,” ungkap dari pernah menetap di kampus Gunung Tembak ini.* (Asrijal/Media Center UmmulQura Hidayatullah)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *