Cinta Pak Misran kepada Bangunan…

Pak Misran sedang bekerja membangun Masjid Ar-Riyadh Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan.** [Dok. SKR/MCU]

Ummulqurahidayatullah.id– Cinta memang indah. Kala bertengger pada hati seseorang maka energi besar akan hadir dalam jiwanya. Bak ombak di lautan, ia selalu ada menyapa pantai. Seperti cinta Bapak Misran. Setelah tentunya cinta kepada Allah, Rasul, dan Islam, pria yang tak lagi muda itu juga memiliki dua cinta dalam hidup. Cinta pada bangunan dan cinta pada istri.

“Cinta pertama saya memang kepada bangunan,” ungkapnya kepada saya kala sarapan bersama di Pesantren Hidayatullah Berau, Kalimantan Timur, ditemani rintik hujan, Syawal 1443H lalu.

Kami pun yang mendengar; sekitar 4 orang, tertawa lebar mendengar ungkapan Bapak Misran itu. Terlebih beliau menuturkannya dengan mimik wajah serius namun tampak sangat lucu bagi kami.

Akan tetapi, ungkapan itu terbilang wajar untuk seorang Bapak Misran. Pasalnya sejak pertama kali bergabung dengan Pesantren Hidayatullah, bangunan adalah tugas yang terus melekat sampai sekarang.

Namun Bapak Misran segera melanjutkan ungkapannya. Bahwa cinta pada bangunan itu ada maknanya.

“Apa maksudnya, cinta pertama kok sama bangunan? Tidak lain adalah dalam mengemban amanah dan menjalankan amanah, kita harus mencintai amanah itu atau pekerjaan itu. Jadi, saya 24 jam, terus berpikir bagaimana bangunan yang saya garap bagus, kuat dan indah,” imbuhnya disambut suara ‘oooh’ dari semua pemirsa yang mengitari Bapak Misran.

Ungkapan itu mengingatkanku akan sebuah ungkapan penting tentang pekerjaan.

Yakni, “Rekreasi terbaik adalah bekerja.”

Dalam konteks ini Bapak Misran patut jadi panutan. Bagaimana ia mencintai pekerjaan dan senang dalam bekerja.

“Kalau tidak kita cintai, bagaimana kita mau menuntaskan pekerjaan dengan baik. Pekerjaan saya bangunan, ya, saya mencintai bangunan,” tegasnya yang membuat seluruh pendengar selalu tak sabar mendengar kisah lanjutan dari Bapak Misran.

Meski ‘cinta pertama’ Bapak Misran kepada bangunan bukan berarti ia tak berkeluarga. Ia tetap memiliki istri bahkan mencintai istrinya.

“Saya juga manusia loh, ya. Jadi jangan kira saya tidak punya istri. Sekarang saya hidup dengan istri kedua. Istri pertama telah Allah panggil,” ucapnya dengan raut wajah mulai datar dan mata menerawang jauh.

Tersirat melalui tatapannya, Bapak Misran teringat almarhumah. Ia diam sejenak, menarik napas panjang. Lalu berucap, “Alhamdulillah.”

“Tapi cinta saya tak sekuat kalian yang masih muda,” ucapnya yang kembali mengguncang perut pemirsa.

Melalui ungkapan itu Bapak Misran ingin kami yang muda sadar bahwa istri adalah anugerah Allah. Cintailah sepenuh hati. Ditegaskan, “cinta pertama dan cinta kedunya” itu dilandasi cinta kepada Allah.

“Saya tidak pandai bicara, ya. Tapi cintailah istri kalian karena Allah,” tegasnya memberi pesan.

Dari penuturan ringan itu saya menemukan hikmah, mengapa anak muda harus hormat kepada orangtua. Mereka mungkin tak sebaik anak muda dalam hal pendidikan. Tetapi jangan ragukan soal ilmu, pengalaman, dan kebijaksanaan.

Terima kasih Bapak Misran. Engkau berkenan bercerita ringan kepada kami semua sembari sarapan. Barokallahu fikum!

Bapak Misran merupakan warga Hidayatullah Ummulqura Balikpapan yang berprofesi sebagai pekerja bangunan. Selama sekitar dua bulan lamanya, pria yang janggut dan rambutnya telah memutih ini ditugaskan khusus ke Kampus Madya Hidayatullah Berau untuk membantu pembangunan. Tugas ini dalam rangka menyukseskan Sarasehan Pendiri Perintis dan Silaturahim Dai Hidayatullah ke-8 yang digelar di Hidayatullah Berau, 20-24 Syawal 1443H (21-25/05/2022M).* (Imam Nawawi) Klik: Cinta Bapak Misran Begitu Menggoda

Sumber: Masimamnawawi.com

Baca juga: Ustadz Amin Mahmud Apresiasi Sarasehan VIII di Hidayatullah Berau

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *