Menjadi Guru Pejuang, Jawaban untuk Masa Depan Pendidikan Hidayatullah
Ummulqurahidayatullah.id- Kira-kira bagaimana rupa pendidikan di Hidayatullah Gunung Tembak 50 tahun yang akan datang?
Pertanyaan ini mengawali diskusi pendidikan yang bertajuk “Mendidik sepenuh hati menuju pendidikan unggul dan berdaya saing” yang diadakan Departemen Pendidikan dan Pengkaderan Putri (DP3) Hidayatullah Ummulqura Gunung Tembak, Balikpapan, beberapa waktu lalu.
Acara ini dihadiri oleh ratusan guru putri dari lintas unit pendidikan di Kampus Hidayatullah Gunung Tembak, mulai dari Kelompok Bermain al-Aulad, Raudhatul Athfal (RA) Raadhiyatan Mardhiyyah, Sekolah Menengah Hidayatullah (SMH) Raadhiyatan Mardhiyyah Putri, dan SMH Program Tahfizh Usrah Mujaddidah.
Kenapa pertanyaan ini harus dihadirkan? Karena realitas pendidikan hari ini adalah jawaban untuk pendidikan di masa yang akan datang.
Hidayatullah telah berhasil melewati 50 tahun pertama yang ditandai dengan Silaturahim Nasional (Silatnas) sebagai gawe akbar di penghujung tahun 2023 lalu.
“Bagaimana dengan pendidikan di masa Hidayatullah 50 tahun kedua nanti?”
Demikian pemantik yang dipaparkan oleh Ustadz Masykur Suyuti, Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah (YPPH) Balikpapan, yang didapuk sebagai pemateri di kegiatan diskusi tersebut, Senin, 24 Dzulhijjah 1445 H (1/7/2024).
Menurutnya, di sinilah pentingnya revitalisasi peran guru sebagai transformator nilai-nilai dan spirit perjuangan itu.
Guru harus memastikan seluruh tranformasi berjalan dengan baik, tidak hanya yang bersifat wawasan keilmuan semata. Tetapi juga mentransfer nilai dan semangat perjuangan di jalan dakwah.
“Menjadi guru pejuang adalah jawabannya,” ucap ustadz yang juga terdaftar sebagai anggota Badan Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Insani (BP2SDI) Hidayatullah Ummul Qura.
Diakui, tidak mudah mengaktualisasikan diri sebagai sosok guru pejuang dalam amanah pendidikan ini.
“Tidak mudah dan tidak sesederhana ucapan ini, “ ujar Ketua LPPH Balikpapan ini mengakui.
Namun, inilah teladan yang telah dicontohkan oleh guru-guru dan pendidik-pendidik senior terlebih dahulu. Bahkan beginilah contoh yang didapati dari para tokoh dan ulama terdahulu.
“Semuanya diketahui dalam sejarah sebagai sosok pejuang dan seluruhnya dikenal dengan dedikasi pengabdian dan pengorbanannya yang nyaris tanpa bandingan,” lanjutnya.
“Mereka justru merasa mulia dengan berjuang. Merasa bersyukur bisa berkorban. Tetapi tak pernah mencap diri sebagai korban apalagi mengorbankan orang lain untuk kepentingannya,” ujarnya.
Lebih jauh, Ustadz Masykur juga mengingatkan satu kaidah yang populer dalam bahasa Arab, bahwa orang yang tidak memiliki sesuatu tak akan bisa memberi apapun.
“Faqidus syai la yu’thi. Jika guru kehilangan semangat juang, maka ia tak akan memberi inspirasi bagi muridnya,” ucapnya.
Terakhir, diharapkan dengan semangat sebagai guru pejuang, maka seluruh guru atau pendidik benar-benar akan mengeluarkan segenap mujadahahnya.
Setidaknya sang guru lalu sungguh-sungguh bermunajat dan mendoakan kebaikan untuk murid-muridnya dan bersungguh-sungguh pula dalam ikhtiar sebagai seorang guru professional.* (Abu Jaulah/MCU)
Subhanawllah.saya jg baru dtggl istri tercinta tgl 6 juni 2023 kmrn rindu ini teramat sangat berat dan sesak didada namun…
MasyaAllah Semoga bayi yang dititipkantersebut akan menjadi penerus pimpinan di kampus tersebut
yaa robb....kangen kamu...
Mantap Bang Sakkuru Muhammaddarrasullah!
Sama yg saya rasakan betapa rindunya saya dengan almarhumah istriku. 6 bulan berlalu kepergianya