Ini Alasan Kenapa Warga Hidayatullah Mesti Istiqamah Bekerja Bakti

Kolase foto kerja bakti bangun Masjid Ar-Riyadh Hidayatullah Gunung Tembak pertengahan 2023.* [Foto: SKR/MCU]

Ummulqurahidayatullah.idDulu, kerja bakti itu ketaatan. Sekarang, kerja bakti itu keteladanan.

Mungkin tidak persis sama. Tapi ungkapan yang semakna itu pernah disampaikan oleh Ustadz Muhammad Hasyim Rahimahullah, sahabat karib Ustadz Abdullah Said, Pendiri Hidayatullah.

Waktu itu kiai lulusan Pendidikan Tarjih Muhammadiyah itu ditanya oleh santri, sejak kapan ustadz ikut kerja bakti?

Kenapa sampai masa sekarang (saat Ustadz Hasyim HS masih hidup) masih saja mau berpeluh keringat, turun bekerja di lapangan, bersama dengan seluruh warga dan para santri lainnya?

Seperti biasa, wajah yang selalu teduh itu hanya tersenyum. Sejenak ia diam sambil memperhatikan santri yang tadi bertanya.

Sejurus kemudian ia berkata bahwa dulu kerja bakti itu bukan pilihan apalagi tawaran. Siapapun memang harus bekerja keras di lapangan. Tak ada opsi lain. Sebab memang Hidayatullah nyaris tidak memiliki apa-apa di awal perlangkahannya. Serba minim. Jika tidak dikatakan kekurangan sekaligus keterbatasan.

Namun, menurutnya, lama kelamaan, semua yang berat itu bisa dilewati. Tidak mudah memang. Modalnya cuma ketaatan saja. Namun seiring waktu, semua jadi biasa.

Para santri dahulu bahkan sudah terbiasa sarapan di lapangan. Kerjanya bukan hanya pagi atau sewaktu-waktu saja. Tapi seluruh waktu dihabiskan di lapangan. Pagi bisa berlanjut siang. Sore hari bahkan seringkali tembus hingga malam alias lembur. Itupun dengan peralatan seadanya.

Hasilnya? Hingga sekarang, sejumlah bangunan megah berdiri sebagai hasil karya tangan para santri. Semak belukar dan rawa-rawa yang tak terurus disulap menjadi lahan perkebunan produktif hingga sebentang danau yang menjadi ikon kampus Gunung Tembak saat ini.

Uniknya, hampir seluruh kampus Hidayatullah di berbagai daerah juga demikian. Semua berawal dari kerja bakti yang berporos pada ketaatan kepada pemimpin.

Ala bisa karena biasa. Lebih dari pepatah itu. Witing tresno jalaran soko kulino. Bibit cinta itu perlahan tumbuh. Apa yang dulu berat kini jadi nikmat.

Siapa sangka, warga dan santri bisa menikmati shalat tahajjud di tengah malam sepanjang empat jam non stop? Tepatnya, dimulai dari pukul 00.00 hingga jelang Shubuh jam 04.00.

Kerja bakti? Apalagi. Para santri bahkan seakan berlomba saat itu. Di sela kesibukan bertukang mendirikan bangunan atau mencangkul membersihkan rawa-rawa. Mereka masih saja menyempatkan diri untuk membuat kebun yang ditanami singkong, ubi jalar, jagung, dan sayur-sayuran.

Sesekali para santri menggelar pesta kecil dengan menu kolak pisang atau bubur kacang hijau. Minimal dengan sajian singkong bakar, khas ala anak gubuk. Sebutan buat mereka ketika itu.

Lalu bagaimana dengan sekarang? Kenapa warga tetap saja antusias dengan seruan kerja bakti? Belakangan, khusus di lingkungan Gunung Tembak, malah didesain lebih heroik. Usai shalat Shubuh dan wirid pagi, warga sudah langsung turun ke lokasi kerja. Pagi buta bukan alasan lagi. Sebab mereka sudah membawa pakaian dan peralatan kerja ketika berangkat ke masjid sebelum Shubuh.

Jadi apa alasannya? Mengutip perkataan Ustadz Muhammad Hasyim Rahimahullah. Bagi warga atau kader senior, kerja bakti sekarang itu adalah keteladanan. Tugas para kader seniorlah untuk memberi motivasi sekaligus transformasi nilai dan kultur kepada santri-santri atau generasi muda.

Jadi tidak ada alasan. Tua muda, senior junior, seluruh warga santri mahasiswa, semuanya tetap harus turun ke lapangan menyambut seruan kerja bakti yang dipompakan langsung dari mimbar masjid.

Kata Pemimpin Umum Hidayatullah KH Abdurrahman Muhammad, itulah mengapa istiqamah itu berat. Sebab kebaikan itu harus dibiasakan dan diulang-ulang selalu.

Istiqamah itu berat. Sampai-sampai Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu meriwayatkan akan rambut Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang begitu cepat memutih. Salah satunya karena menanggung beratnya keistiqamahan tersebut.

Yuk istiqamah bekerja bakti!* (Abu Jaulah/MCU)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *