Pengakuan Ustadz Qadir Jaelani: Sedih Tak Bisa Ikut Shalat Berjamaah di Masjid
Ummulqurahidayatullah.id | APA jadinya jika seorang Muslim terhalang dari nikmatnya shalat wajib berjamaah di masjid? Mungkin itulah yang dirasakan oleh Ustadz Abdul Qadir Jaelani, 76 tahun, sosok dai senior asal Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sosok tokoh perintis dan santri awal Pondok Pesantren Hidayatullah itu memang tak lagi sekuat dahulu di masa mudanya. Ia hanya mampu melangkah tertatih-tatih. Kemana-mana Ustadz Qadir, demikian sapaannya, harus ditemani sepotong tongkat kayunya. Syukur, jika ada yang membantu memapahnya berjalan.
Padahal dulu di masa mudanya, Ustadz Qadir adalah pemuda enerjik dan aktif sebagai pegiat dakwah. Itu terbukti dari jejak dakwahnya yang tertancap mulai dari Gunung Tembak Balikpapan hingga menjelajahi Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Dari Tarakan (Kalimantan Utara) hingga merambah ke Dumai (Riau), serta sejumlah daerah tugas lainnya.
Takdir Allah, Ustadz Qadir sedang diuji sakit oleh Allah saat ini. Menurut pengakuannya, seringkali ia merasa sakit yang hebat di daerah punggung belakang tubuhnya. “Umumnya orang bilang itu penyakit syaraf kejepit,” terangnya satu saat, penghujung 2021 lalu.
Jadi bagaimana dengan kebiasaannya mendatangi masjid di awal waktu untuk shalat berjamaah? Itulah kesedihan paling mendalam yang dirasakan oleh Ustadz Abdul Qadir.
“Seperti ada yang hilang dalam diri saya. Sedih bahkan rasanya rugi sekali, jika seorang Muslim tidak shalat wajib berjamaah di masjid,” ucapnya dengan nada sedih.
Pengakuan tersebut dikisahkan Ustadz Qadir dalam kesempatan Taushiyah Shubuh, di Masjid Ar-Riyadh, Balikpapan, Sabtu (25/12/2021). Hari itu, Ustadz yang pernah diamanahi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Toli-Toli tersebut memaksakan diri datang ke masjid. Seperti kebiasaannya, jauh sebelum azan berkumandang, ia telah hadir di masjid sambil dipapah oleh Mahfudz, anaknya.
Semasa sehat, ia memang dikenal warga sekitar yang selalu datang lebih awal ke masjid. Memperbanyak zikir, baca Al-Qur’an, dan shalat sunnah rawatib adalah kegemarannya sejak dulu. Berpuluh tahun kebiasaan itu dijaga olehnya. Hingga akhirnya Allah menguji dengan kondisi kesehatan yang kian menurun.
“Kalau sedang baring atau duduk, rasanya terpikir banyak rencana, tapi begitu bangkit atau berdiri, buyar itu semua, ternyata lagi sakit sekarang,” ucap Ustadz Qadir mengawali nasihatnya.
Saking lama dan rindunya dengan masjid, Ustadz yang berdarah suku Mandar itu sempat merasa ragu, apakah masih bisa ceramah atau tidak.
Padahal berpuluh tahun silam, berdakwah lewat ceramah adalah pekerjaan sehari-hari yang ditekuninya. “Dulu itu bisa sampai tiga atau empat kali ceramah dalam sehari,” lanjut ayah dari 11 putra-putri ini.
Ustadz Qadir pun berpesan agar seluruh umat Islam memberi perhatian khusus kepada shalat yang menjadi rukun Islam kedua ini. “Upayakan jangan ketinggalan shalatnya, hindari masbuk itu. Apalagi sampai tidak berjamaah di masjid. Rugi besar itu!” pungkasnya.* (Abu Jaulah/MCU)
Sumber: Hidayatullah.com
Baca juga: Teladan Ustadz Mannandring: Usia Boleh Sepuh, Semangat Belajar Qur’an Selalu “Muda”
Subhanawllah.saya jg baru dtggl istri tercinta tgl 6 juni 2023 kmrn rindu ini teramat sangat berat dan sesak didada namun…
MasyaAllah Semoga bayi yang dititipkantersebut akan menjadi penerus pimpinan di kampus tersebut
yaa robb....kangen kamu...
Mantap Bang Sakkuru Muhammaddarrasullah!
Sama yg saya rasakan betapa rindunya saya dengan almarhumah istriku. 6 bulan berlalu kepergianya