Kisah Ramadhan: Disangka Begal, Ternyata Mengajak…

Ummulqurahidayatullah.id | TIBA-tiba bus yang kutumpangi perlahan mengurangi kecepatannya. Dari jauh tampak sekelompok pria berkulit hitam dan berbadan besar itu berdiri di pinggir jalan.
Dari jendela bus bercorak hijau tua itu, tampak beberapa orang terus melambaikan tangannya. Isyarat kalau para sopir itu diminta untuk segera menepi ke pinggir.
Sebagian mereka bahkan terlihat sengaja mengadang kendaraan yang sedang lalu lalang di tengah jalan.
Aku dan beberapa mahasiswa Indonesia yang lain mulai saling bisik di bangku belakang. Maklum, situasi politik negeri Sudan, tempat kami merantau untuk kuliah sedang tidak baik-baik saja waktu itu. Ada kejadian sebelumnya, asrama teman mahasiswa kami bahkan sampai dilempar batu oleh oknum penduduk setempat.
“Jangan-jangan begal ini,” bisik seorang kawanku dengan suara dipelankan.
Tak ada yang bisa menjawab. Maklum ini adalah pengalaman pertama merantau ke benua Afrika dan mendapat kejadian mencekam seperti ini.
Siang jelang sore itu, kami rombongan mahasiswa asing asal Indonesia sedang perjalanan pulang dari mengurus visa keluar. Perjalanan sekitar satu jam lebih dari instansi tersebut ke Kharthoum, ibukota Sudan.
Anehnya, sejak tadi sang sopir terlihat biasa saja. Tidak ada raut ketakutan atau kecemasan dari wajahnya. Sesekali ia bahkan menoleh ke belakang sambil tersenyum. Seperti ada yang diketahuinya tapi tidak dipahami oleh para penumpangnya.
Kawan yang duduk di sampingku lain lagi reaksinya. Diam-diam ia mengeluarkan pisau kecilnya. Entah pisau itu darimana, tak sempat lagi bertanya. Karena setiap penumpang tampak terlihat tegang. Khususnya bagi para mahasiswa asing semacam kami.
“Eh, pisaumu itu terlalu kecil untuk bodi sebesar mereka,” candaku berusaha menghilangkan ketegangan. Tetap dengan suara berbisik.
Akhirnya, yang ditakutkan itu benar-benar terjadi. Bus yang ditumpangi tertahan tepat di depan kumpulan orang-orang itu. Sejurus kemudian, beberapa laki-laki berkulit hitam segera naik ke atas bus.
“Inzilu..!! (Turun kamu semua!!)” serunya.
Bukan sekali orang-orang itu berteriak menyuruh semua penumpang bus untuk turun di tengah jalan.
“Pokoknya, kalian tidak boleh lewat kecuali harus berbuka puasa bersama kami di sini,” sang “juru bicara” itu kembali berbicara dengan suara tingginya. Tapi kok?
Ia masih tanpa senyum, tetapi setidaknya kepanikan kami perlahan memudar. Rupanya kumpulan orang-orang ini bukan seperti dikhawatirkan.
Kami sangka begal, eh ternyata malah mengajak berbuka puasa.
Maghrib itu, kami akhirnya berbuka puasa dengan menu kurma, buah semangka, dan makan malam sekaligus.
Pantas saja, sejak awal sopirnya tidak kelihatan panik. Malah tersenyum saja. Padahal, ada kawan sudah pucat sampai menangis di bangku belakang karena ketakutan, hehehe….*
(Dituturkan oleh Babah Aiman, mahasiswa Universitas Islam Internasional Afrika, Khartoum, Sudan tahun 2013-2014. Ditulis oleh Masykur/Media Center @Ummulqurahidayatullah)
Subhanawllah.saya jg baru dtggl istri tercinta tgl 6 juni 2023 kmrn rindu ini teramat sangat berat dan sesak didada namun…
MasyaAllah Semoga bayi yang dititipkantersebut akan menjadi penerus pimpinan di kampus tersebut
yaa robb....kangen kamu...
Mantap Bang Sakkuru
Sama yg saya rasakan betapa rindunya saya dengan almarhumah istriku. 6 bulan berlalu kepergianya