Hikmah “Pemuda Hadapi Buaya” untuk Alumni STIS Hidayatullah
Ummulqurahidayatullah.id- Alkisah, seorang raja membuat sayembara untuk mencari sosok pria yang dianggap layak menikahi putrinya.
Konon, sayembaranya adalah melewati sungai yang di dalamnya dipenuhi oleh buaya kelaparan.
Singkat cerita, tiba-tiba ada seorang pemuda yang terjun ke sungai. Penonton yang sebelumnya kaget tak percaya kini berbalik ramai-ramai mendukung. Tepuk tangan memberi semangat hingga siulan dan teriakan terus mengalir.
Jangan tanya tentang si pemuda. Bahkan andai tak ada yang memberi pujian dan dukungan sekalipun, ia tentu harus sekuat tenaga berenang menyelamatkan diri hingga ke pinggiran sungai kembali. Jika berhasil, tentu saja ia juga berhak dengan hadiah dari sayembara itu.
Sebelum menyerahkan hadiah, sang raja yang ikut terkesima lalu bertanya kepada sang pemuda, apa yang membuatnya mampu melewati tantangan tersebut?
Konyolnya, pemuda pemenang sayembara itu malah balik bertanya, “Siapa yang mendorong saya ke sungai tadi?”
Kisah antah berantah yang sudah populer itu diceritakan ulang oleh Ustadz Masykur Suyuti, Ketua LPPH Balikpapan, dalam kegiatan belajar di kampus STIS Hidayatullah, Gunung Tembak, Balikpapan (4/7/2024).
Di hadapan puluhan mahasiswi semester akhir tersebut, dosen pengampu Tafsir Ahkam itu lalu berbagi hikmah yang diambil dari kisah tersebut.
Menurutnya, ada beberapa kriteria manusia yang bisa dijadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, tipe penonton. Jumlahnya selalu lebih banyak dari yang lain. Suaranya paling berisik. Tapi sesungguhnya, mereka tak memberi kontribusi secara langsung.
“Syukur jika beri dukungan. Sebab tak sedikit komentar negatif juga kadang muncul dari yang menonton itu,” terangnya.
Tipe kedua, lanjut Masykur adalah pemuda yang berenang di sungai, atau si paling merasa korban. Menurutnya, manusia seperti ini alih-alih berbagi manfaat atau terpanggil berkontribusi. Ia justru cenderung selalu mengeluh.
“Orang-orang bisa saja menganggap dia hebat, sebagai pahlawan yang diberi hadiah atau penghargaan. Tapi faktanya, itu semua dijalani karena terpaksa, sebatas rutinitas yang membebani saja,” ungkap Masykur menerangkan.
Terakhir, di hadapan calon alumni STIS Hidayatullah tersebut, Masykur mengingatkan agar senantiasa mengambil spirit keluarga Nabi Ibrahim sebagai tipikal manusia istimewa.
“Mereka tidak pernah diceritakan mengeluh atas semua perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan. Mereka berjuang atas nama ketaatan. Mereka merasa mulia dengan pengorbanan itu,” pungkasnya.* (Anggun/Abu Jaulah/MCU)
Subhanawllah.saya jg baru dtggl istri tercinta tgl 6 juni 2023 kmrn rindu ini teramat sangat berat dan sesak didada namun…
MasyaAllah Semoga bayi yang dititipkantersebut akan menjadi penerus pimpinan di kampus tersebut
yaa robb....kangen kamu...
Mantap Bang Sakkuru Muhammaddarrasullah!
Sama yg saya rasakan betapa rindunya saya dengan almarhumah istriku. 6 bulan berlalu kepergianya