Pemimpin Umum Hidayatullah: Berpolitik untuk Dakwah

Pemimpin Umum Hidayatullah KH Abdurrahman Muhammad (sorban merah) bersama calon Anggota DPD RI Dapil Kaltim Ustadz Naspi Arsyad, Lc. (tengah), Wali Kota Balikpapan H Rahmad Mas’ud (baju coklat), serta dua dai Hidayatullah Ustadz Ahmad Fitri dan Ustadz Amin Mahmud (kanan) di Gunung Binjai, Balikpapan, 10 Rajab 1445 H (22/1/2024).* [Foto: Waqqash/MCU]

Ummulqurahidayatullah.id- Pemimpin Umum Hidayatullah KH Abdurrahman Muhammad turut menanggapi soal etika yang ramai dibincangkan warganet dalam kegiatan Debat Capres dan Cawapres Pemilu 2024 beberapa waktu lalu.

Menurut Ustadz Abdurrahman, sapaannya, hal itu tak terlepas dari kebiasaan sebagian pejabat yang tersangkut perbuatan korupsi, tindakan amoral, dan lainnya.

Akibatnya, politik kerap diasumsikan sebagai sesuatu yang kotor. Jauh dari nilai dan norma kebaikan. Bahkan seolah tak ada sangkut pautnya dengan urusan agama.

“Yang kemarin itu diangkat dalam perbincangan (debat) Capres itu di antaranya apa, korupsi, moral, etika, di antaranya juga rasa keadilan (di masyarakat),” ucapnya di hadapan jamaah Masjid Ar-Riyadh, Gunung Tembak, Balikpapan, beberapa waktu lalu.

Dijelaskan Ustadz Abdurrahman, politik dan kepemimpinan adalah bagian utama dari ajaran Islam.

Hidayatullah, menurutnya, memandang politik adalah bagian dari dakwah Islam. Sedang program utama Hidayatullah saat ini bergerak di bidang pendidikan dan dakwah.

“Ini disebut politik dakwah, politik untuk dakwah. Bukan dakwah untuk berpolitik, tapi politik untuk dakwah,” terangnya.

Menurut sahabat karib Pendiri Hidayatullah, KH. Abdullah Said Rahimahullah ini, pendidikan maupun dakwah harus bersifat inklusif dan tidak boleh eksklusif.

“Di mana saja dan kapan saja harus berada di titik konsentrasi itu. Berbicara politik atau siyasah itu adalah persoalan besar dalam Islam. Bagian utama dari arus politik adalah dakwah, bagian dari arus utama,” jelas ustadz yang sudah puluhan tahun keliling berdakwah ini.

Selanjutnya, Ustadz Abdurrahman mengingatkan sejumlah syarat atau kriteria ketika terjun di dunia politik.

“Sebagaimana biasa di Hidayatullah itu dilarang meminta jabatan, walaupun sebenarnya tidak haram,” ucapnya.

Ia lalu mencontohkan kisah Nabi Yusuf dalam al-Qur’an yang disebut “meminta jabatan” karena kepiawaian yang dimilikinya.

“Jadi itu dulu. ‘Inni hafizhun alim, saya ada jaminan amanah dan profesional, bisa bekerja secara jujur‘,” ucapnya sambil mengutip perkataan Nabi Yusuf. “Jadi punya ilmu dan moral (itu) tidak boleh berpisah,” pungkasnya.* (Abu Jaulah/MCU)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *