KH Abdurrahman Muhammad: Loyalitas Perjuangan Para Dai Warisan Mahal Para Ulama

Pemimpin Umum Hidayatullah KH Abdurrahman Muhammad di Masjid Ar-Riyadh, Kampus Induk Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kaltim,* [Foto: SKR/MCU]

Ummulqurahidayatullah.id– Loyalitas terhadap perjuangan adalah warisan mahal para ulama dan tokoh pejuang Islam dahulu.

Para sahabat Nabi Muhammad memberi keteladanan nyata tentang komitmen di jalan juang itu.

Dari seratus ribu sahabat yang hadir membersamai Rasulullah saat Haji Wada (Haji Perpisahan), namun tak banyak yang kemudian dikuburkan di Kota Madinah.

Spirit juang ini disampaikan oleh Pemimpin Umum Hidayatullah, KH Abdurrahman Muhammad saat menginjeksi secara langsung puluhan kader dan murabbi dakwah Hidayatullah yang bertugas di tanah Papua (dulu dikenal dengan Irian Jaya).

Meski tak sebanyak juru dakwah yang menyebar di pulau-pulau besar lainnya di Indonesia, tetapi pejuang dakwah di ujung timur Indonesia itu, mendapat perhatian khusus dari Ustadz Abdurrahman.

Ia meminta para mutarabbi dan murabbi yang sedang mensyiarkan tarbiyah dan dakwah Islam di di tanah Papua agar memegang komitmen layaknya batu karang. Tak goyah dengan tantangan dan cobaan dakwah di pulau burung Cenderawasih, sebutan lain dari tanah Papua.

“Jadi tidak usah ada yang tinggalkan Papua. Semua ini, tidak usah ada yang tinggalkan Papua,” ucapnya menyemangati dalam acara silaturahim kader se-tanah Papua yang dirangkai dengan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kampus Induk dan Utama Hidayatullah di Timika, Kab. Mimika, Papua Tengah, akhir April 2025 lalu.

“Tidak usah Pak Dirman tinggalkan Papua. Cuma kayak Pak Dirman ini tidak perlu lagi diputar-putar. Sudah tua. Tidak usah diputar-putar orangtua. Masak mau diangkat lagi rombengannya ke sana ke mari,” terangnya menyebut nama Ustadz Sudirman Ambal, dai senior Hidayatullah yang sudah malang melintang berdakwah di Papua sejak era 1990-an.

Jejak Dakwah Kelak Jadi Saksi

Menurut Ustadz Abdurrahman, sebagai Muslim dan ingin berniat meninggal di satu tempat, maka niatkan mati di Kota Madinah.

Tapi sebagai sosok pejuang, ia harus siap meninggal dimana saja.

“Karena Nabi sudah menggaransi itu. Tidak ada lagi hijrah setelah Fathu Makkah, yang ada adalah jihad. Jadi seluruh bumi ini adalah bumi jihad,” tegasnya tambah memompa semangat.

“Kalau kamu menjadi mujahid, silakan (meninggal dunia) di mana saja. Maka titik-titik kebaikan dan jejak-jejak dakwah itulah yang kelak menjadi saksi,” lanjut dai yang juga pernah diamanahi merintis dakwah di Holtekamp Jayapura ini.

Untuk itu, Ustadz Abdurrahman mengingatkan agar setiap juru dakwah dan para murabbi tak putus senantiasa berdoa kepada Allah.

“Alhamdulillah sudah terjadi. Allah kasih karunia sebagai orang-orang yang menjadi suluh kebaikan di tempat itu. Itu karunia paling besar sudah,” pungkasnya penuh semangat.* (Abu Jaulah/Media Center @Ummulqurahidayatullah)

You may also like...

1 Response

  1. Yusak Abidondifu says:

    Dakwah Hidayatullah di Papua terlalu eksklusif hanya menyasar pendatang sejak dulu. Indikatornya jelas, semua pondok pesantrennya tidak punya santri asli orang lokal, kecuali hanya beberapa gelintir orang yang bisa dihitung jari.

    Sekarang pun begitu, tidak ada satupun orang Papua yang menjadi pengurus struktural baik tingkat DPW hingga ranting. Kalo pun ada hanya beberapa orang dan itupun hasil binaan Ust Fadhlan Garamatan.

    LDII justru lebih nyata kiprahnya. Mereka hadir di titik setiap distrik pedesaan membina mereka yang memberdayakan orang orang lokal.

    Jadi tidak usah terlalu bangga dakwahnya telah berdampak di Papua. Klaim yang lucu sebenernya. Hehe.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *