Kisah Ustadz Hasan Ibrahim Kepincut Dakwah KH Abdullah Said, Dirikan Hidayatullah

Kemana pun KH Abdullah Said ceramah, Ustadz Hasan mengaku selalu hadir. “Akhirnya, sering saya tidak masuk kuliah hanya untuk mendengarkan ceramah Ustadz Abdullah Said"
Foto jadul KH Abdullah Said (kiri) dan Ustadz Hasan Ibrahim (dua dari kanan).* [Dok. MCU]

Ummulqurahidayatullah.id | USIANYA saat itu telah memasuki angka 71 tahun, membuat fisiknya tak lagi sekuat dahulu. Tongkat menemani langkahnya semenjak sakit yang mendera tubuhnya. Tak hanya berjalan, ia pun agak kesulitan untuk merangkai kata dan perlu waktu untuk menata ingatan akan masa lalu.

Meski demikian, semangat Ustadz Ahmad Hasan Ibrahim tak pernah kendor dalam membersamai perjalanan dakwah Hidayatullah. Tak terasa sudah 50 tahun ayah delapan anak ini berada dalam wadah gerakan dakwah yang dirintis oleh Allahuyarham KH. Abdullah Said ini. Persis dengan usia Hidayatullah yang kini telah memasuki setengah abad.

Ustadz Hasan –panggilan akrabnya– adalah salah seorang pendiri Hidayatullah. Awal tahun 1970-an lalu, ia hijrah dari Yogyakarta, ikut bersama KH Abdullah Said mengembangkan dakwah di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Saat itu Ustadz Hasan tak sendiri. Ia berangkat bersama 4 pemuda lainnya yang mempunyai semangat yang sama, yakni Usman Palese, Muhammad Hasyim HS, Nazir Hasan, dan Kisman Amin.

Masih terbayang dalam ingatan Ustadz Hasan saat pertama kali berjumpa dengan KH Abdullah Said pada tahun 1971. “Ustadz Abdullah Said sosok pribadi yang menarik. Saat pertama kali mendengar ceramahnya, saya menganggap pemuda ini luar biasa,” tutur Ustadz dalam wawancara beberapa waktu lalu.

Ketika itu KH Abdullah Said tengah berkunjung ke Yogyakarta menjumpai sahabatnya, Usman Palese. Saat kunjungannya itu, beberapa masjid meminta ia untuk ceramah.

“Tidak saja di masjid, ia juga diminta ceramah di kampus di Yogyakarta,” ujar Ustadz Hasan yang juga berteman dengan Ustadz Usman Palese.

Kemana pun KH Abdullah Said ceramah, Ustadz Hasan mengaku selalu hadir. “Akhirnya, sering saya tidak masuk kuliah hanya untuk mendengarkan ceramah Ustadz Abdullah Said,” kenang alumnus Pesantren al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta ini.

Ustadz Hasan mengaku terpikat dengan teknik ceramah KH Abdullah Said. Tapi tidak hanya dirinya, banyak juga kalangan mahasiswa dan masyarakat umum yang terpesona mendengar ceramahnya.

“Saat itu belum pernah ada penceramah di Yogyakarta yang sehebat itu,” aku Ustadz Hasan yang ketika itu tengah menempuh pendidikan di Akademi Tarjih Muhammadiyah.

Ketika ceramah di Masjid Taqwa milik Muhammadiyah, KH Abdullah Said menceritakan tentang pemimpin muda usia 25 tahun bernama Muammar Khadafi, yang telah mengambil alih kekuasaan di Libya. “Banyak anak-anak muda yang tergugah dengan ceramah itu,” tutur Ustadz Hasan.

Sejak itu, pria kelahiran Pekalongan, 20 Januari 1950, ini intens bertemu dan berdiskusi dengan KH Abdullah Said. Banyak sekali motivasi yang didengarnya tentang pentingnya mengembangkan dakwah Islam di daerah pedalaman.

Ustadz Hasan Ibrahim kini telah tiada. Ketua Majelis Penasihat Hidayatullah ini berpulang ke Rahmatullah pada Ahad (13/02/2022) sekitar pukul 16.41 WIB di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.

Ustadz Hasan kemudian dimakamkan di kompleks Kampus Utama Pesantren Hidayatullah Depok, Jawa Barat, Jl Raya Kalimulya, Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong, pada Senin (14/02/2022) dinihari. “Jam 00.15,” ujar Saifullah, salah seorang putra Ustadz Hasan, kepada hidayatullah.com.

Baca juga: Ustadz Hasyim & Pengurus YPPH Balikpapan Berziarah ke Makam H Hasan Ibrahim

Sejumlah pengurus DPP Hidayatullah termasuk Ketua Umum Dr Nashirul Haq turut menghadiri pemakaman yang digelar dengan protokol kesehatan itu.

Mengungkap perjalanan almarhum Ustadz Hasan hingga akhirnya memutuskan ikut KH Abdullah Said berdakwah ke Balikpapan puluhan tahun lalu, berikut kisahnya kepada wartawan Ahmad Damanik yang dituturkan Majalah Suara Hidayatullah dalam suatu wawancara di Jakarta.*

Tiga sosok di antara para pendiri Hidayatullah. [Kiri ke kanan; (almarhum) Ustadz Hasan Ibrahim, (almarhum) Ustadz Usman Palese, dan Ustadz Nazhir Hasan saat berjumpa di Jakarta (03/11/2013).* [Foto: Muh. Abdus Syakur/hidayatullah.com]

Bisa ceritakan bagaimana pertama kali Ustadz berjumpa dengan sosok KH Abdullah Said?

Ketika mendengar ceramah Ustadz Abdullah Said pertama kali di Masjid Taqwa Yogyakarta, saya langsung kecantol. Beliau sudah menjadi sosok yang menarik dengan kemampuan retorikanya. Daya pikatnya dalam ceramah, membuat saya beberapa saat tidak kuliah untuk menyimak saat beliau ceramah.

Selama beliau di Yogyakarta, Ustadz Hasan selalu hadir dalam ceramahnya?

Iya. Kalau kata orang Jawa, saya itu keblinger. Kemana saja dia ceramah, saya ikuti. Dia ceramah di beberapa masjid, di kampus, termasuk juga pada beberapa kali diskusi yang diadakan di tempat kosan.

Selain Ustadz Hasan, apakah ada juga mahasiswa lain yang terpikat?

Iya, tidak hanya kami. Banyak juga anak-anak dari IAIN yang senang mendengar ceramahnya, dan itu jumlahnya semakin banyak. Semangat anak-anak muda untuk mendengarkan ceramah Ustadz Abdullah Said terus bertambah.

Kabarnya salah satu ceramahnya yang paling menginspirasi adalah soal Muammar Khadafi. Itu juga yang menarik bagi Ustadz Hasan?

Kalau Muammar Khadafi itu memang materi yang dibawakan. Tapi yang khas adalah cara beliau membawakan sehingga mampu memotivasi kami sebagai anak muda untuk bangkit. Beliau bawakan dengan berapi-api.

Saya ingat betul, bagaimana suara di dalam masjid itu betul-betul menggelegar. Padahal ketika itu ia tidak menggunakan pengeras suara. Orang-orang yang mendengarkan ceramahnya sangat antusias. Sampai-sampai ada orang di belakang yang berdiri. Waktu itu saya bilang, wah ini bisa jadi fenomena.

Setelah itu Ustadz Hasanintens komunikasi dengan KH Abdullah Said?

Iya, kebetulan kami satu asrama dengan beliau. Berulang-ulang kami diskusi dengan Ustadz Abdullah Said tentang perlunya mengembangkan Islam di daerah-daerah tertinggal keislamannya, seperti di Balikpapan (saat itu). Serta, menyelamatkan anak-anak muda dari cengkeraman agama-agama lain yang terus bergerak.

Selain Ustadz Hasan, siapa saja yang intens dalam pembicaraan tersebut?

Ada Usman Palese, Nazir Hasan, Kisman, dan Hasyim HS. Saya yang mengajak Ustadz Hasyim untuk bergabung.

Bagaimana cara Ustadz Hasan mengajak Ustadz Hasyim?

Beliau itu kakak kelas saya di Akademi Tarjih Muhammadiyah, jadi cukup akrab. Saya datang ke rumahnya di Magelang. Saya ceritakan soal sosok Ustadz Abdullah Said dan gaya berceramahnya. Alhamdulillah, Ustadz Hasyim tertarik untuk bertemu.

Saya cerita kepada Ustadz Abdullah Said. Beliau pun menyambut baik. Dan, ketika saya akan kembali bertemu Ustadz Hasyim, Ustadz Abdullah Said menitipkan selembar surat untuk Ustadz Hasyim. Saya lupa isinya.

Lalu, bagaimana Ustadz Hasyim merespons surat tersebut?

Subhanallah, setelah menerima surat itu, ia langsung menyiapkan baju untuk berjumpa dengan Ustadz Abdullah Said. Esoknya, kami sama-sama berangkat untuk bertemu.

Surat KH Abdullah Said kepada Ustadz Hasyim lewat Ustadz Hasan Ibrahim. [Dokumen Suara Hidayatullah/hidayatullah.com]

Kabarnya ketika itu Ustadz Hasan tengah menyiapkan diri untuk berangkat kuliah ke Timur Tengah. Apa betul?

Iya, tapi saya sudah memutuskan untuk tidak berangkat. Teman saya yang sudah berangkat ke Madinah juga bertanya-tanya, kenapa tidak berangkat? Dia bilang, “Sayang betul itu tiketnya.”

Saya katakan kepada kawan tadi, “Kamu teruskan saja, biar saya konsentrasi di sini saja.”

Apa yang membuat Ustadz Hasan memutuskan untuk tidak berangkat?

Saya sudah berkomitmen untuk berjuang bersama Ustadz Abdullah Said untuk mengembangkan Islam di Balikpapan. Dan, komitmen itu saya sampaikan kepada beliau.

Apakah Ustadz Hasan juga menyampaikan hal tersebut kepada orangtua dan bagaimana responsnya?

Saya bilang ke orangtua, saya tidak jadi ke Arab Saudi. Mereka bertanya-tanya, “Apa masalahnya?”

Orangtua saya tuh orang kampung. Mereka berharap saya bisa berangkat kuliah. Mereka menyesalkan kenapa tidak jadi berangkat. Tapi apa boleh buat. Saya tidak jadi berangkat.

Organisasi Muhammadiyah Pekalongan saat itu juga merasa kehilangan, karena saya menjadi harapan bisa berangkat ke Madinah.

Kini, apakah Ustadz Hasan merasa menyesal dengan keputusan itu?

Saya justru merasa bangga, karena bisa ikut berjuang bersama Ustadz Abdullah Said.

Ketika akhirnya tiba di Balikpapan, apa yang Ustadz Hasan lakukan saat itu?

Ustadz Abdullah Said itu sibuk sekali. Kami berlima pun disibukkan dengan kegiatan sebagai mubaligh. Kami ceramah sambil membuka lahan dakwah baru. Ini memang kepandaian beliau.

Bagaimana penerimaan masyarakat terhadap kegiatan dakwah saat itu?

Alhamdulillah, kehadiran Hidayatullah ditunggu-tunggu masyarakat. Balikpapan itu tadinya sepi kegiatan keislaman. Bahkan, sejak kedatangan kami, baru terjadi namanya program qurban. Sejak itu kegiatan keislaman mulai tumbuh di masyarakat.

Ustadz Hasan dan yang lainnya langsung terjun dakwah ke masyarakat?

Ustadz Abdullah Said yang mengatur seluruh kegiatan dakwah untuk seluruh mubaligh. Kami semua dikenalkan dan diberi porsi tugas yang sama. Tidak dipilih-pilih. Tidak juga ada yang merasa paling populer, karena popularitasnya terpimpin.

Sejak itu juga kabarnya mulai banyak santri yang ingin menuntut ilmu?

Alhamdulillah, kami langsung bikin tempat pendidikan. Banyak santri yang mulai bergabung dan belajar bersama kami. Dan, dari situlah kemudian ini menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Hidayatullah.

Motivasi apa yang paling Ustadz Hasan kenang dalam perjalanan dakwah bersama Abdullah Said?

Yang paling berkesan dalam hidup saya ketika beliau memotivasi saat pertama kali menginjakkan kaki di Gunung Tembak bersama kawan-kawan. Ketika itu daerah tersebut masih berupa hutan belukar.

Beliau seringkali mengatakan, “Tempat ini jangan dilihat sekarang yang masih hutan belukar dan penuh tunggul kayu ulin yang sepertinya tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tapi yakinlah beberapa tahun yang akan datang tempat ini akan berubah menjadi tempat yang menarik dan ramai dikunjungi orang. Dari sinilah kita akan bertolak untuk merambah ke seluruh Kaltim. Dan, Anda-Andalah yang akan menggurat sejarah yang patut dicatat dengan tinta emas.”

Dan, hari ini motivasi itu betul-betul terwujud?

Alhamdulillah, setelah satu demi satu apa yang pernah dibahasakan itu terwujud. Itu yang membuat saya menjadi lebih yakin.

Kalau dalam proses pengkaderan, seperti apa yang pernah Ustadz Hasan rasakan?

Suatu hari saya mendapatkan tugas lembaga untuk menyelesaikan urusan di Jakarta. Setiba di Jakarta, ustadz menyurati agar saya sekalian mampir ke rumah di Pekalongan. Ternyata, sampai di rumah, ayah saya sudah lama meninggal dunia.

Begitulah ustadz menahan kadernya. Dan, saya pun merasa inilah bentuk pengkaderan ekstrem yang saya alami. Tapi setelah itu, saya kembali lagi ke Gunung Tembak untuk melanjutkan tugas dakwah.

Menurut Ustadz Hasan, apa yang menjadi rahasia sukses sosok KH Abdullah Said selama memimpin lembaga ini?

Selain kedekatannya kepada Allah Subhanahu Wata’ala, yang juga beliau jaga adalah adalah memelihara kerukunan pengurus. Beliau sosok yang sangat dekat dengan semua orang. Semoga ini bisa tetap dipertahankan.*

Sumber: Hidayatullah.com

Baca juga: Keinginan Ustadz Hasan Berjumpa Ramadhan Tak Kesampaian, Bagaimana Kita?

You may also like...

1 Response

  1. ahmad fulka says:

    Pria berkacamata hitam (bertopi), posisi tengah antara KH Abdullah Said dan Ustadz Hasan Ibrahim adalah KH M. Rofi’ie Mukhyi. Sekarang beliau tinggal di Tuban Jawa Timur.

Leave a Reply to ahmad fulka Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *