Kisah Dakwah Ramadhan Dai Hidayatullah di Timor Leste (1)

Ummulqurahidayatullah.id | Hidayatullah.com- PADA Ramadhan 1445 H, kami diutus untuk berangkat ke Timor Leste pada Jumat (15/3/2024) dalam rangka berdakwah.Ini bagian dari Program South East Asia (SEA) Loves al-Quran yang diinisiasi Departemen Hubungan Antarbangsa Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah.

Perjalanan yang cukup menyita waktu dan tidak sedikit dana. Terbang dari Kota Beriman, Balikpapan, Kalimantan Timur, menuju Surabaya (Jawa Timur), lanjut ke Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Saya tak sendirian. Ada Ustadz Fathun Qorib putra Allahyarham Pendiri Hidayatullah KH Abdullah Said, Ustadz Willy, dan Ustadz Mir Fahry dari Solo.

Kami berempat mendarat di Kupang pukul 19.30 waktu setempat, lalu bermalam di salah satu sekolah Rumah Qur’an Hidayatullah Kupang sekaligus santap sahur. Kemudian melanjutkan perjalanan darat menuju Dili, Timor Leste, kurang lebih 12 jam lamanya.

Tepat pukul 06.30 pagi kami meninggalkan Kupang, memulai perjalanan bersama para penumpang bus Bagong, demikian namanya.

Cuaca yang cukup panas menemani perjalanan keluar negeri yang dulunya masuk wilayah Republik Indonesia itu. Sang supir sempat memberhentikan kendaraannya untuk santap siang di salah satu warung makan masakan khas Padang.

Sementara kami pribadi turun untuk mandi dan bersih-bersih diri persiapan shalat zuhur jamak ashar. Karena saat itu belum waktu shalat, kami memilih untuk nantinya shalat sambil duduk di dalam bus saja.

Hamparan pohon jagung dan banyaknya hewan berkaki empat (sapi, kambing, anjing, dan sesekali babi) menjadi pemandangan di kanan kiri kami.

Seakan tak terasa, pada sore hari bus tiba di perbatasan RI – Timor Leste untuk cek berkas dan lain-lain.

Kami sempat tertahan karena alasan paspor baru, tapi hal itu tidak membuat kami patah semangat untuk memasuki Timor Leste, negeri yang dulunya Islam pernah tumbuh subur di sini.

Sekitar pukul 19 waktu setempat, kami sampai kota di Dili, tepatnya di sekitaran Plaza Timor sebagai tempat pemberhentian akhir bus. Alhamdulillah.

Perjalanan selanjutnya, kami meminta supir taksi untuk mengantarkan kami ke Masjid Agung An Nur. Upahnya USD 10.

“Muaach! Assalamualaikum, Ustadz!”

Butuh waktu dua hari bagi kami untuk persiapan, beristirahat sekaligus memulihkan kondisi fisik dan psikis usai perjalanan dari Kalimantan ke Timor Leste.

Kemudian kami membagi tugas dakwah ke titik-titik yang telah ditentukan. Tercatat ada 6 wilayah di Timor Leste yang menjadi basis Muslim (para mualaf), yaitu Dili, Baucau, Lospalos, Viqueque, Maliana, dan Same.

Saya dan Ustadz Mir Fahry ke Viqueque, Ustadz Fathun menuju Same, dan Ustadz Willy tetap di Dili untuk pembinaan muallaf di Masjid Agung Dili An Nur.

Dari Dili menuju Viqueque, saya menumpang bus umum milik pengusaha lokal. Di dalam bus, kami berbaur dengan penumpang lain. Bukan hanya manusia, tapi juga hewan ternak, kasur, lemari, bahkan kayu bakar dinaikkan ke mobil.

Perjalanan Dili – Viqueque memakan waktu kurang lebih 11 jam lamanya. Tujuan kami Masjid Nurul Huda.

Berkat petolongan Allah, kami sampai di Viqueque dengan selamat dan aman. Perjalanan yang cukup melelahkan. Bus kami sempat menyeberangi sungai karena jalan yang biasa dilalui tertimbun longsor.

Lelah kami terobati setelah bertemu dengan kaum Muslim di Masjid Nurul Huda, Viqueque.

Masjid itu sekaligus tempat penampungan anak yatim piatu atau anak-anak yang dititip orang tuanya.

Para mualaf kecil ini ditampung pihak pengelola dalam bangunan sederhana dan sangat ala kadarnya. Tidak sedikit orang tua mereka masih beragama Katolik atau Protestan.

Anak-anak itu berlari menyapa dan menghampiri kami dengan salam. Seorang di antaranya mengecup punggung tangan kami sembari berkata, “Muaach! Assalamualaikum, Ustadz!”

Puluhan anak yang lain berdatangan dan melakukan hal yang sama.* (BERSAMBUNG/Imam Muhammad/Kadep Dakwah dan Pembinaan Anggota Pengurus Pusat Pemuda Hidayatullah)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *