Keputusan Terbesar Calon Pengantin Pernikahan Mubarak Hidayatullah

Suasana wawancara calon pengantin peserta Pernikahan Mubarak Hidayatullah 2023 di Gunung Tembak, Balikpapan.* [Foto: Itha/Media Silatnas Hidayatullah/MCU]

Ummulqurahidayatullah.id– “Ini keputusan pertama terbesar dalam hidup saya. Selama ini saya cuma ikut apa maunya orangtua dan kakak-kakak. Termasuk ketika mereka minta saya kuliah di Balikpapan, saya ikut saja.”

Keterangan itu mengawali sesi wawancara peserta Pernikahan Mubarak Hidayatullah, beberapa waktu lalu, di Desa Wisata Teritip, Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Untuk diketahui, agenda pernikahan ini adalah rangkaian dari semarak acara Silaturahim Nasional (Silatnas) Hidayatullah 2023 yang akan digelar beberapa hari mendatang.

Apa maksudnya keputusan besar?

Rupanya, keterangan di atas langsung memantik ingin tahu mendalam dari yang mewawancarainya.

Meski pernah berinteraksi dalam hubungan sebagai dosen dan mahasiswa di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah Balikpapan, namun sepertinya ini benar-benar soal perkara dan keputusan besar.

“Iya, Ustadz. Karena itu berarti saya harus “melawan” keinginan mereka. Apalagi sampai sekarang, keluarga di kampung masih saja mempertanyakan apa itu Pernikahan Mubarak yang kerap diadakan oleh pondok pesantren. Logika sederhana, bagaimana mungkin ada orang menikah dengan pasangan yang tidak dikenal sebelumnya.

Anggapannya, perlu ada perkenalan lebih dahulu, saling berta’aruf antara laki-laki dan perempuan dan juga oleh pihak keluarga. Bahkan bagi sebagian orang, pacaran adalah budaya yang lumrah dilakukan oleh para remaja.”

Jadi bagaimana?

“Iya. Saya jelaskan semampu saya, Ustadz. Saya terpaksa harus “melawan” karena saya yakin banyak doa ustadz-ustadz dan orang-orang shaleh yang makbul di tempat ini.”

Memang sebesar apa pengaruh doa dalam kesehariannya? Kenapa itu yang dijadikan motivasi dalam mengikuti Pernikahan Mubarak?

Bak air bah. Bukan satu atau dua kata yang lahir. Tapi sejumlah pertanyaan langsung mencecar dan mengejarnya. Iya, sebab tak sedikit peserta atau pendaftar Pernikahan Mubarak yang memang menulis “ingin didoakan” di lembar formular yang dibagikan tersebut.

Menurut peserta Pernikahan Mubarak asal Sulawesi Barat tersebut, kuliah jauh hingga tinggal di kota Balikpapan adalah pengalaman pertama berpisah dengan kedua orang tua.

Tetapi ini juga diakui adalah restu dari mereka atas permintaan kakak-kakak yang lain.

“Karena mereka sudah ridha, saya lalu berdoa dan bisa dibilang itulah pengalaman spiritual pertama saya dengan yang disebut the power of doa.”

Lanjutnya, jadi selama pisah dengan orang tua, sejak itu dirinya tidak lepas memohon kepada Allah agar diberi kesehatan selalu. Sebab kalau sakit, itu berarti akan membuat orang tua khawatir dan bakal menyusahkan mereka.

Alhamdulillah, izin Allah, doa itu terkabul di tempat ini.

Sesekali ia tampak menunduk atau mengangkat tangan menutup wajahnya. Seperti ada butir bening yang hendak jatuh menetes dari kelopak matanya.

“Selama kuliah, tak sehari pun saya pernah alpa atau tidak masuk kuliah karena jatuh sakit. Kalau pun sempat sakit, itu bisa saya lawan dan tetap kuliah seperti biasa.

Jadi selama empat tahun kuliah, saya bisa aktif kuliah setiap hari. Kalau pun pernah izin, itu karena dapat giliran tugas masak di dapur. Bukan karena sakit.”

Panjang lebar cerita itu mengalir begitu cair. Seperti doa yang selalu dipanjatkan, kian waktu ia merasa semakin intim dalam melaporkan semua hajatnya kepada Sang Pencipta.

“Makanya, saya betul-betul yakin dengan kekuatan doa orang-orang di pondok pesantren ini. Itu juga yang menjadi motivasi saya mengikuti Pernikahan Mubarak di Gunung Tembak ini.

Kiranya doa-doa tersebut tertransformasi untuk rumah tangga kami kelak, menjadi keluarga Sakinah mawaddah wa Rahmah,” pungkasnya semangat.* (Abu Jaulah/Media Silatnas Hidayatullah/MCU)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *